30 September 2014

Musim Haji

Saat musim haji seperti ini, saya sering ingat bapak saat pergi haji. Bapak pergi haji bersama ibu pada tahun 2008. Mereka menyisihkan gaji, juga uang pensiun untuk berangkat haji. Anak-anak ikut patungan untuk menambah kekurangan. Alhamdulillah, mereka bisa berangkat haji.

Bapak orang lugu. Hidupnya lurus-lurus saja. Karena itu, tidak ada niat lain baginya pergi haji, selain ibadah.

Suatu ketika, ibu kehilangan bapak saat di Masjidil Haram. Ibu menangis, sebab bapak sudah agak pikun saat itu. Lagipula, berhaji adalah pengalaman pertama bapak pergi jauh. Tidak ada seorang pun dia kenal. Begitu pikiran ibu. Itu sebab ibu khawatir.

Setelah beberapa jam hilang, bapak bisa ditemukan di sekitar Masjidil Haram. Bapak bilang waktu itu, "Saya pergi haji itu untuk ibadah. Jadi, saya lupakan anak-istri." Sepertinya, bapak sengaja menghilang, beribadah tanpa peduli siapapun.

Dua tahun setelah pulang haji, bapak meninggal. Saya adalah orang yang tidak merasa sedih, saat bapak meninggal. Bagi saya, bapak orang baik. Jika datang saat meninggal, saya percaya dia punya tempat istimewa di alam sana.

Saat bapak meninggal, hujan deras mengiringi. Hujan datang seperti air kran yang dibuka. Deras. Namun, hujan tetiba berhenti, saat jenazah bapak digotong ke makam. Persis seperti air kran yang ditutup tiba-tiba. Orang-orang berbisik, "Bapakmu itu orangnya ikhlas." Saya berpikir, apa berhentinya hujan itu tanda alam menerima keikhlasannya. Amin.

Hari itu, orang-orang mengantar bapak pulang ke penciptanya. Saya tidak pernah merasa sedih kehilangan dia. Saya bangga bapak pulang lebih dulu.

19 September 2014

Edinburgh

Di Edinburgh, Skotlandia, ada patung David Hume, seorang filosof kondang, putra daerah. Ada mitos, siapa megang jempol patung ini, dia bisa lolos ujian. Banyak orang Asia yang belajar di Edinburgh, percaya mitos ini.

Seperti yang saya lihat April lalu. Seorang remaja bermata sipit, terlihat khusyuk memegang jempol patung Pak David. Tak heran, ujung jempol patung ini sedikit mengelupas catnya, sebab banyak orang memegang. Saya sempat minta remaja itu mengulang memegang jempol, untuk saya potret. Kali ini dia nyengir.

Saat weekend, patung ini jadi spot pemain bagpipe mejeng, unjuk ketangkasan memainkan alat musik asli Skotlandia ini. Jika sudah begini, turis akan melempar receh ke tas yang digelar. Termasuk saya dan rekan liputan saat itu.
"Anda dari mana?" tanya pemain bagpipe. "Indonesia," kami jawab waktu itu. "Oh, Indonesia." Saya tidak tahu, apa ini isyarat dia tahu tentang Indonesia, atau sekedar basa-basi.

Saat referendum kemarin, saya tidak bisa membayangkan suasana di Edinburgh. Tapi saya kangen bangunan tua di sana, seperti Kastil Edinburgh, di bukit bekas gunung berapi Castle Rock itu. Terlihat angker, bangunan tua kadang seperti mengundang orang datang. Sepertinya, dia punya banyak cerita.