Setelah sepuluh hari di Islandia, akhirnya saya pergi ke Denmark. Hal pertama yang saya lihat di Denmark, tapi tidak saya temukan di Islandia adalah: saya bisa menemukan orang berjilbab di jalanan.
Di Islandia, susah menemukan orang berjilbab. Waktu teman saya yang berjilbab berjalan di kota Reykjavik-ibukota Islandia, banyak orang memandang aneh. Sementara, di Denmark-meski masih banyak cerita orang berjilbab mengalami pelecehan, saya masih bisa menemukan orang berjilbab di tempat umum.
Hal kedua, banyak sekali sepeda di Denmark. Di Copenhagen-ibukota Denmark, sepeda punya jalur khusus di jalanan. Ada juga parkir khusus sepeda di stasiun kereta. Meski saya belum melihat langsung, kabarnya ada gerbong khusus buat menampung pesepeda. Pokoknya, sepeda amat istimewa di Denmark.
Hal lain, tempat makanan halal lebih mudah ditemukan di Denmark, dibanding di Islandia. Mungkin, hal ini karena komunitas Islam di Denmark, lebih banyak daripada di Islandia. Wajar sih, sebab wilayah Denmark lebih luas dari Islandia. Jadi, lebih banyak menampung orang.
Karena itu, Denmark terkesan "lebih hidup" dibanding Islandia. Ini yang saya lihat di Copenhagen. Banyaknya orang, memberi kesan "lebih hidup" itu.
Mungkin kesamaan Denmark dan Islandia, kita gampang minum air putih. Sebab, air kran di dua negara ini sudah bisa langsung diminum.
Namun, tetap saja tidak mudah menemukan tempat salat di dua negara ini. Ada sih beberapa masjid. Kebanyakan ada di pemukiman yang dihuni mayoritas imigran muslim dari Turki atau Pakistan.
Membangun masjid atau tempat salat, masih ribet di Denmark. Bahkan, ada sebuah masjid di luar kota Copenhagen, yang harus main petak umpet untuk mendapat ijin. Masjid ini mendaftarkan diri sebagai tempat budaya Islam, saat mendaftar ke pemerintah kota.
Saat masjid berdiri, masyarakat sekitar menolak pendirian menara. Mereka menolak, karena menara bisa membuat "tempat budaya Islam" lebih tinggi dari gereja. Sementara, orang Denmark menganggap, tidak boleh ada tempat ibadah yang lebih tinggi dari gereja.
Begitulah, akhirnya, muslim di negara ini harus menghargai pendapat mayoritas.
Ini catatan hari pertama saya di Denmark. Masih ada sembilan hari lagi. Semoga lebih berwarna.