20 June 2013

Surat

Haekal, anak pertama saya, sedang rajin menulis surat. Surat itu berupa coretan-coretan di kertas putih, berisi pesan akan sesuatu. Biasanya, dia meninggalkan surat itu di dekat televisi, atau tempat lain yang memungkinkan saya menemukannya dengan mudah.

Kemarin malam, dia meninggalkan surat di dekat meja televisi. Dia minta uang membeli standar sepeda. Haekal memang lagi suka naik sepeda.

Meski sudah kelas I SD (hampir naik kelas II), Haekal termasuk telat bisa naik sepeda. Teman-temannya di kompleks, sudah bisa menunggang sepeda, bahkan sebelum TK.

Nah, surat itu, belakangan jadi media Haekal mengungkapkan sesuatu. Seperti halnya surat permintaan standar sepeda, saya sering menerima surat Haekal. Saat saya pulang kerja larut malam, Haekal sudah tidur bersama adiknya, Haedar. Jika dia menginginkan sesuatu, dia sering meninggalkan surat.

Kepada temannya, dia juga menulis surat. Wujudnya berupa tulisan di kertas biasa. Kadang kertas memo kecil. Tanpa amplop, hanya berisi tulisan dia. Saya tidak tahu, apakah surat itu dia kasih ke temannya. Yang jelas, saya sering menemukan surat-surat seperti itu di kamarnya.

Tidak hanya surat, segala tempat di rumah dia beri nama. Kamar mandi dia tempeli secarik kertas, "Kamar Mandi Dragon I." Satu kamar mandi lagi dia beri label "Kamar Mandi Dragon II."

Kini, di rumah saya, banyak sekali tempelan kertas bernama.

11 June 2013

Pesan Misterius

Hampir dua tahun terakhir, saya sering menerima pesan pendek tanpa identitas. Pesan itu beragam, tapi biasanya berisi pesan moral, penggalan ayat beserta tafsir, atau sekadar menanyakan kabar saya.

Aneh, sih. Sebab saya tidak mengenal pengirim pesan. Apalagi, kadang si pengirim pesan itu seperti paham apa yang saya rasakan, atau apa yang sedang saya kerjakan saat itu.

Iseng-iseng, kadang saya mencoba menelpon nomor tersebut. Sering tak berbalas. Tapi pernah, ada suara lelaki tua di seberang sana. Sedikit tertawa, setelah itu menghilang. Misterius, kan?

Kadang, saya juga membalas pesan-pesan itu. Yang aneh, kadang malah nyambung. Saya ajak diskusi soal akhlak atau aqidah, eh, malah berlanjut. Ini pesan dari siapa? Itu pertanyaannya.

Belakangan, si pengirim pesan itu mengutip nama beberapa nama kondang, dalam jagad sejarah Islam. Wallahu a'lam.

Namun, bagi saya, yang penting isi pesannya. Kalau memang bagus dan berbobot, saya cerna. Malah, terkadang saya baru tahu kandungan sebuah amalan dari pesan itu. Sebenarnya, amalan itu sudah ada hikmahnya, cuma saya baru tahu dari pesan misterius itu. Semisal, hikmah salat fajar yang lebih utama dari seisi alam. Nah, saya baru tentang ilmu itu dari pesan yang saya terima.

Saya kutip beberapa pesan, yang menurut saya ada bobotnya.
  • Dalam diri manusia ada segumpal daging. Bila daging itu baik, maka akan baik pula akhlak orang itu. Daging itu hati. 
  • Ketika aku memohon surga, Allah mengajariku dengan ujian. Aku tak pernah menerima apa yang aku minta. Tapi, aku menerima apa yang aku butuhkan. Subhanallah.
  • Bila mencari ilmu, maka yang dominan digunakan adalah akal.
  • Ilmu melahirkan gelar. Keyakinan melahirkan kebahagiaan.
  • Pencari kesenangan tidak perlu taat pada aturan-aturan. Pencari kebahagiaan mutlak harus taat pada aturan-aturan.
  • Orang yang belajar tapi tidak berpikir akan tersesat. Orang yang berpikir tapi tidak belajar, berada dalam bahaya besar.
  • Bertafakur sejenak, lebih baik daripada ibadah satu tahun.
  • Mempunyai mata tidak untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mempunyai telinga tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
  • Sesungguhnya kami ciptakan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tapi tidak dipergunakan untuk memahani (ayat-ayat Allah).
Itu beberapa pesan, dengan sedikit polesan ejaan tulisan dari saya.

Kata-kata aku, seperti dia bertutur tentang dirinya. Siapakah dia, yang sudah memohon kepada Allah, lalu Allah mengajarinya tentang sesuatu. Saatnya merenung.