Koran Tempo, Kamis 11 Februari 2010
Naomi Wolf
PEGIAT POLITIK DAN KRITIK SOSIAL. BUKU TERAKHIR YANG DITULISNYA BERJUDUL GIVE ME LIBERTY: A HANDBOOK FOR AMERICAN REVOLUTIONARIES.
Apakah bangsa-bangsa mengalami proses psikologis--proses psikologi menurut Sigmund Freud sekalipun, seperti ego kolektif yang bisa tercederai, dan rasa bersalah terpendam yang bisa muncul dari bawah sadar kolektif--seperti yang dialami seseorang? Saya yakin bangsa-bangsa juga demikian halnya. Saya juga yakin bahwa sama seperti mimpi dan keseleo lidah seseorang itu menyingkapkan apa yang terpendam dalam ingatannya, begitu juga dreamwork suatu budaya--film, musik pop, seni visual, bahkan dalam resonansi lelucon, kartun, dan citra-citra iklannya--mengungkapkan tanda-tanda bawah sadar kolektif ini. Lagi pula, dreamwork yang rasional suatu bangsa sering mencerminkan dengan lebih jujur kondisi sebenarnya bangsa tersebut daripada "ego" yang ditampilkannya--pernyataan-pernyataan resminya, ungkapan-ungkapan diplomatiknya, dan propaganda yang dilancarkannya.
Karena itu, bawalah teori ini bersama Anda ketika Anda menyaksikan Avatar, film garapan sutradara James Cameron. Dan, amatilah dua tema yang menyingkapkan semua ini: gambaran bawah sadar Amerika Serikat dalam konteks "perang melawan teror" dan imperialisme korporatnya serta gambaran yang kritis mengenai Amerika--untuk pertama kalinya dalam sebuah blockbuster Hollywood--dari sudut pandang dunia umumnya
Dalam tradisi Hollywood, sudah tentu pahlawan Amerika dalam film ini adalah seorang yang bermoral dan tidak berdosa, prajurit yang berjuang membawa demokrasi atau setidak-tidaknya membawa keadilan kepada pribumi yang liar dan biadab. Intinya, Avatar menyingkapkan apa yang salah pada orang-orang Amerika dalam memandang diri mereka sendiri berkaitan dengan kebijakan luar negeri pemerintah mereka.
Sang pahlawan dalam Avatar, Jake Sully, adalah seorang prajurit yang terluka dalam sebuah pertempuran sebelumnya, tapi tidak memperoleh perawatan yang baik dari negaranya sendiri. Jika ia melakukan tugas pembantaiannya dengan baik, "korporasi" akan memberikan perawatan medis yang layak kepadanya. Sully mendaftar sebagai anggota kontraktor korporat--mengingatkan orang akan pembunuhan orang-orang sipil oleh kontraktor militer Blackwater di Lapangan Nisour di Bagdad beberapa waktu yang lalu.
Tugas yang dijalankan Sully merupakan "misi" ketika para prajurit bertempur bukan untuk "kebebasan", melainkan untuk "amplop". Mereka menerima perintah dari birokrat korporat untuk memerangi pribumi, yang tanah suci leluhurnya terletak di atas cadangan "unobtainium", yang hendak mereka kuasai dengan segala cara.
Para prajurit ini digambarkan sebagai orang-orang yang dimanipulasi para pemimpin mereka--melalui ide-ide rasisme dan agama yang menyesatkan--untuk melakukan tindakan yang brutal terhadap "musuh-musuh" yang tidak agresif. Ketika tokoh jahat yang memimpin serangan ini berencana meledakkan pohon yang disucikan pribumi, ia sesumbar akan meledakkan "ingatan ras" mereka sehingga mereka tidak bakal mendekati tempat itu lagi.
Bahkan mesin perang militer Amerika itu pun digambarkan secara non-heroik. Bukannya memberikan gambaran klasik pasukan berkuda yang dengan gagah berani menyerbu pribumi-pribumi biadab atau gambaran prajurit-prajurit Amerika yang dengan gagah berani menyerbu sarang-sarang tentara Nazi, melainkan gambaran teknokrat membosankan yang berlindung di balik teknologi yang berlapis menembakkan bom-bom ke arah lembah yang hijau, membantai prajurit-prajurit musuh dan wanita-wanita serta bayi-bayi tak berdaya seraya menghirup kopi dan sambil lalu memainkan jejarinya pada layar sentuh di hadapannya.
Ucapan tokoh-tokoh dalam Avatar (semuanya kutipan-kutipan seadanya) merupakan ucapan-ucapan yang tidak menembus gelembung pembenaran diri Amerika dalam perang di Irak dan Afganistan. "Kalian tidak sepantasnya berada di sini!" teriak Neytiri, srikandi pribumi dan kemudian curahan hati Sully, seolah berbicara mengenai seluruh kebijakan Amerika di luar negeri. "Kamu bagaikan seorang bayi." Sembari menyinggung kekerasan yang dilakukan sang pahlawan yang destruktif dan yang menganggap dirinya benar sebelum "go pribumi", Nyetiri berkata, "Ini semua salah kalian. Mereka tidak sepantasnya dibunuh."
Kemudian, sementara Sully mulai menaruh simpati kepada mereka yang sebelumnya diperanginya, sang pahlawan berkata kepada birokrat yang mengirimnya ke medan perang, "Jika ada orang memiliki sesuatu yang Anda hendak kuasai, Anda namakan mereka musuh." Ketika telah sepenuhnya bergabung dengan pribumi, Sully ikut gerakan yang pada dasarnya merupakan perlawanan, bahkan jihad. "Marilah kita tunjukkan kepada Penduduk Langit (Amerika), tanah leluhur siapa sebenarnya ini!" Sully dan beberapa temannya bahkan dijebloskan ke dalam semacam penjara Guantanamo dan dicap sebagai "pengkhianat".
Pribumi itu sendiri merupakan gema dari berbagai perang besar yang telah mengusik hati nurani Amerika akhir-akhir ini. Walaupun secara fisik mereka merupakan ramuan fantasi fiksi ilmiah manusia berkulit biru yang bergerak selincah kucing, secara kultural, mereka merupakan gabungan antara pribumi Amerika dan Vietnam yang berbicara dengan aksen Arab. Orang-orang ini memiliki sifat-sifat yang baik ditiru orang-orang Amerika. Mereka menghormati lingkungan, sedangkan orang-orang Amerika yang menyerang mereka harus "kembali ke sebuah planet yang sekarat" karena, seperti kata pribumi, "Mereka sudah membunuh ibu mereka sendiri."
Perjalanan Sully bukan perjalanan penaklukan, melainkan perjalanan kebangkitan hubungannya dan hubungan rakyatnya yang sejati dengan sesama. "Siapakah saya ini, seorang bad guy?" tanyanya mula-mula sembari tertawa, seolah-olah itu tidak mungkin. Namun pada akhirnya ia mencoba memperingatkan teman-teman Amerikanya mengenai kesia-siaan pendekatan yang mereka lakukan. "Apa yang kita punyai untuk diberikan kepada mereka? Bir? Celana jins? Mereka tidak akan pernah meninggalkan tanah suci leluhur mereka. Kita tidak punya apa pun yang mereka inginkan."
Ironisnya, Avatar mungkin bakal berbuat lebih banyak dalam menggali ingatan terpendam Amerika akan kedangkalan mitologi nasional mereka dihadapkan pada kehadirannya yang menindas di mana-mana di dunia daripada segala editorializing, program studi, atau bahkan protes dari luar Amerika. Tapi saya bukan mengeluh mengenai hal ini. Hollywood begitu perkasa. Tapi, dalam hal Avatar, keperkasaan industri film Amerika itu sekali ini diarahkan untuk mengingatkan, bukan melupakan siapa Amerika sebenarnya.