15 April 2008

Henk Sneevliet*

“Berani Karena Benar” (Dapper zijn omdat het goed is)

Henk Sneevliet, adalah sebuah nama yang sebenarnya tak asing lagi para penumpang snel-tram, misalnya antar stasion Gein-Isolatorweg di Amsterdam. Mungkin jasa beliau sebagai salah satu tokoh sosialist-revolusioner dalam sejarah modern Belanda tidaklah lagi terekam dalam memori ingatan para generasi muda di Belanda. Akan tetapi Henk Sneevliet, yang dikenal dengan nama Maring, juga disebut dalam bahasa Tionghoa "Ma Lin" masih tetap menjadi kenangan indah dalam sejarah “Perjuangan Pembebasan” Rakyat China. Bahkan di "History museum" kota Shanghai Henk Sneevliet digambarkan bersama pemimpin besar Revolusi Mao Zedong, Chen Duxiu, Li Da, Zhang Guotao, yang kehadirannya ketika itu sebagai wakil utusan dari Komintern mendukung pendirian Partai Komunis China (1921).

Henk Sneevliet lahir pada tanggal 13 Mei 1883 di kota buruh pelabuhan – Rotterdam. Ayahnya dari keluarga miskin-papa bekerja sebagai pembuat Cerutu. Sedangkan Ibunya yang berasal dari keluarga kaya di Den Haag, pernikahannya dengan ayahnya tidak disetujui oleh orang tua dari pihak Ibunya. Ketika Henk Sneevliet berusia 3 tahun, Ibunya meninggal dunia akibat penyakit tuberkulose. Lalu ayahnya pindah ke kota Roermond bekerja menjadi penjaga penjara. Tak lama kemudian ayahnya menikah lagi, dengan begitu Henk bersama adik perempuanya dititipkan pada Omanya di 's-Hertogenbosch. Ketika itu kondisi kehidupan keluarga dari pihak ayahnya pun masih tetap sangat miskin papa.

Pada tahun 1900 Henk menyelesaikan sekolah HBS (Hogere Burgerschool). Di usia 17 tahun itulah ia di terima sebagai pegawai negeri di Perusahaan Negara Kereta-api di Zutphen. Bersamaan waktunya, ia pun menjadi aktivis-politik di Socialistisch Democratisch Arbeiders Partij (SDAP). Tahun 1904 ia menyelesaikan pendidikan akademinya, yang kemudian ditugaskan ke kantor cabang Perusahaan negara stasion Kereta Api di kota Zwolle. Di kota inilah Henk Sneevliet mulai berperan aktip sebagai politikus SDAP, dan juga sekaligus menjadi aktivis Serikat Buruh. Tahun 1906 Henk Sneevliet diangkat sebagai anggota pengurus cabang organisasi Serikat Buruh Kereta-Api dan Tram bernama Nederlandse Verenigging van Spoor- en Trampersoneel (NVV) - Zwolle.

Sehubungan dengan kegiatan politiknya Henk Sneevliet memiliki peranan pentingnya serta pula berfungsi di berbagai kepartaian maupun sebagai anggota di Perwakilan Pemerintahan dalam negerinya, antara lain pada tahun 1907 – 1909 menjabat anggota Dewan Perwakilan Kota Praja – Zwolle SDAP , 1907 – 1909 sebagai Ketua SDAP afdeling Zwolle, 1912 – 1913 anggota Sociaal-Democratische Partij (SDP), 1913-1916 anggota Sociaal Democratische Arbeid Partij (SDAP), 1916-1927 anggota SDP/Comunistische Partij Nederland, 1925-1927 anggota Pengurus Comunistiche Partij Nederlands (CPN), 1925 salah satu pendiri Revolutionair Arbeiders Comité (RAC), 1928 pendiri dan ketua Revolutionair Socialistische Verbond (RSV), 1929-1935 menjadi Pendiri dan ketua Revolutionair Socialistische Partij (RSP), 1933-1937 menjabat anggota Parlemen mewakili RSP, 1935-1942 Secretaris dan Ketua Revolutionair Socialistische Arbeidspartij (RSAP), 1935-1939 menjabat anggota Provinciale Staten Noord-Holland RSAP, 1939-1940 menjabat anggota RSAP Kota Praja – Amsterdam. Periode pendudukan Jerman di Belanda tahun 1940, ia menjadi anggota Kepemimpinan Front Marx-Lenin-Luxemburg berpusat di Jerman, yang kemudian meneruskan perjuangan ilegal melawan kekuasaan Hitler-Fasis sampai akhir hidupnya dengan mengalami eksekusi di kamp. Amersfoort pada tanggal 13 April 1942.

Sejak menjabat Ketua SDAP cabang Zwolle (1909), nama Henk Sneevliet pun semakin dikenal dikalangan intelektual socialist progresip, yang kemudian menjalin hubungan perkawanannya dengan a.l. Henriëtte Roland Holst (1869 - 1952). Sejak saát itu Henk Sneevliet semakin menunjukan sikap politik radikalnya, dan mulai menjalin hubungan perkawanannya di arena Internasional, misalnya dengan aktivis revolusioner Rosa Luxemburg, Lenin dan Trotski.

Tahun 1911 ia dipilih sebagai ketua pimpinan NVV - cabang Zwolle. Juga, sekaligus ia di minta untuk menjadi anggota NAS (Het Nationaal Arbeids-Secretariaat). Saat itu NAS, yang dibentuk sejak tahun 1893 di Amsterdam dikenal sebagai Serikat Buruh radikal. Setahun kemudian Henk Sneevliet bersama kawan-kawannya mengorganisir protes aksi solidaritas di berbagai kota besar Belanda, atas dukungannya terhadap aksi pemogokan pelaut internasional – Inggris. Ketika itu peraturan di Belanda, hanya dibolehkan untuk melakukan protes aksi tuntutan perbaikan nasib kaum pekerja di tingkat perusahaan Negara. Akibatnya, ia dianggap melanggar peraturan pemerintah Belanda, yang kemudian di pecat sebagai pegawai negeri di Perusahaan negara stasion Kereta Api. Bahkan namanya pun dimasukan dalam daftar hitam Badan Intelijen Belanda.

Henk Sneevliet dan Indonesia

Berkat pengetahuannya membaca buku karya “Max Havelaar”, maka berangkatlah Henk Sneevliet ke Indonesia. Pertengahan Februari 1913 tiba di Pulau Jawa, dan bekerja di sebuah surat kabar “Soerabaiasch Handelsblad”. Tak lama kemudian, melalui kontak kawan sosialisnya bernama D.M.G. Koch, ia mendapat pekerjaan baru di Semarang sebagai sekretaris dari Handelsvereeniging (Serikat Dagang Hindia Belanda). Di tempat pekerjaan baru inilah Henk Sneevliet banyak mendapat inspirasi untuk kembali ke dalam kegiatan perjuangan politik serikat buruh. Segera ia menjadi anggota VSTP, Vereeniging van Spoor- en Tramwegpersoneel (Serikat Buruh Kereta Api dan Trem). Kehadiran Henk Sneevliet sebagai aktivis di VSTP dinilai sebagai pembawa pembaharuan dalam membangun organisasi modern gerakan serikat buruh, misalnya dalam hal merespons persoalan upah orang Belanda maupun pegawai rendahan pribuminya. Padahal ketika itu VSTP masih dianggap oleh Henk sebagai organ moderat, yang program tuntutannya berhaluan lunak dan masih dipengaruhi oleh politik-ethiek kolonial Hindia Belanda.

Berkat pengalamannya sebagai pemimpin buruh, juga karena memiliki kepintaran menulis dan berpidato kemudian ia diangkat sebagai pemimpin pengurus organ serikat buruh VSTP. Dalam kesempatan ini, Henk Sneevliet berhasil mendominasi karya opini politiknya dikalangan massa luas dengan melalui majalah bulanan VSTP bernama ‘De Volharding’. Dalam hal ini pembahasan masalah nasional (Hindia Belanda), misalnya soal ketidak-adilan daripada undang-undang dan peraturan kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda telah menjadi isu perdebatan politik, yang dikaitkan pada soal monopoli produksi milik pengusaha asing. Tak lama kemudian, VSTP menerbitkan majalah bernama ‘Si Tetap’ sampai mencapai 15.000 eksemplar, dengan memperkenalkan ajaran ilmu pengetahuan tentang sosialisme.

ISDV dan gerakan buruh

Pada tahun 1914, ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisasi independen bernama ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereniging). Tujuan pendirian organ ini diharapkan bisa menjadi basis gerakan massa luas untuk pembebasan nasion Indonesia dari kekuasaan Imperialisme-Belanda. Dalam menanggapi pendirian ISDV, harian “Kaum Muda” menyatakan bahwa pendirian ISDV pada tanggal 9 Mei 1914 tidak hanya mengurusi kepentingan buruh Europa, akan tetapi juga memperjuangkan kepentingan kaum buruh Hindia Belanda. Dan, dinyatakan pula di harian itu bahwa Sarekat Islam disebut sebagai “bapaknya kaum kuli” dan menafsirkan pembentukan ISDV sebagai dorongan untuk secara aktip mengusahakan perbaikan upah buruh di Hindia belanda.

Dikalangan kaum buruh, Sneevliet bersama anggota ISDV lainnya memulai dengan pembangunan organisasi serikat-serikat buruh, yang kemudian tumbuh cepat bagaikan jamur dimusim hujan. Dalam hal ini, ISDV telah menunjukan keunggulannya dalam memberikan kepemimpinannya dalam membangun gerakan serikat buruh, dan juga dalam pembentukannya sebagai organ serikat buruh di berbagai tempat. Misalnya pada tahun 1916 pegawai-pegawai Indonesia dari Jawatan Pegadaian Negeri mendirikan Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB) berpusat di Yogyakarta. Kaum buruh BOW (Burgerlijke Openbare Werken – Pekerjaan Umum) mendirikan VIPBOW (Vereniging Inheemse Personeel BOW) berpusat di Mojokerto. Para guru mendirikan PGHB (Perserikatan Guru Hindia Belanda), PGB (Perhimpunan Guru Bantu) dan PGAS (Perserikatan Guru Ambachtschool). Kaum Buruh Jawatan Candu mendirikan Opium regiobond van Nederlands-Indië (1915) dan de Opiumregiobond Luar Jawa-Madura (1917). Buruh Douane dengan Perhimpunan Buruh
Putra Pabean.

Dalam melakukan kegiatan organisasi massa di sektor tani, ISDV berhasil merespons persoalan–persoalan politik aktual, seperti misalnya menentang politik “Indië Weerbaar” yang berisi kebijakan politik pemerintah kolonial Belanda dengan mewajibkan rakyat terutama kaum tani membentuk kekuatan Milisi untuk mempertahankan tanah jajahan kepentingan kekuasaan rejim kolonial. Juga, dalam menuntut penurunan harga beras, menentang cara-cara pemilihan yang tidak demokratis dari dewan-dewan kota dan volksraad (Dewan Rakyat), menentang politik pembelian padi pemerintah yang merugikan kaum tani, menentang pajak-pajak yang sangat memberatkan penghidupan rakyat dll.

Proses perkembangan gerakan massa di kalangan kaum buruh dan tani ini, mungkin dapat diartikan sebagai akibat eksploitasi dari hasil hubungan produksi sistim kapitalisme di Hindia Belanda. Pada waktu itu, kondisi kerja mereka sangat dirasakan kesengsaraannya, misalnya banyak petani musiman yang terpaksa menjadi kuli-kontrak untuk pembuatan jalan-jalan kereta api, proyek perluasan sarana pelabuhan sebagai pusat ekspor/import perdagangan, memperluas perkebunan dan industri gula dan karet, pemasangan jaringan telekomunikasi dan lain-lain.

Maka lahir dan berkembanglah golongan pekerja di Hindia Belanda. Akan tetapi kelahiran kelas pekerja di Hindia Belanda tidaklah seperti di Inggris, Perancis atau negara europa lainnya, yang sejak awal abad ke 20 telah memiliki pemapanan industrialisasi. Sedangkan di Indonesia di masa abad yang sama, dalam kenyataannya posisinya dibawah kekuasaan rejim kolonial Belanda, yang hanyalah memfungsikan tanah jajahannya sebagai wadah tempat “industri-pembantu” buat pengolahan bahan-bahan mentah untuk di ekspor ke Europa guna memenuhi kebutuhan pengembangan Industrialisasi. Dan, industri-pembantu ini pun dikuasai dan di monopoli pula oleh golongan pengusaha Asing-Europa. Golongan pengusaha, yang disebut Kapitalis Asing itu tentunya atas dukungan dari kebijakan politik kolonial Belanda, yang tujuannya hanyalah untuk memajukan dan memakmurkan industri negeri kapitalisnya sendiri di Europa.

Lalu, bagaimana nasib perusahaan-perusahaan Hindia Belanda, yang dikelola misalnya oleh kaum pengusaha pribumi? Kaum pengusaha pribumi ini maksudnya yang diwakili antara lain oleh kaum pedagang pribumi ‘Sarikat Islam’ dan pengusaha non-pribumi (Europa, Indo-europa, Arab, Tionghoa), tentunya secara umum kemampuan modalnya masih sangat terbatas. Sehingga mereka tidak mampu bersaing dengan para kapitalis asing seperti misalnya untuk membangun dan memiliki industri modern. Juga, perusahaan pribumi nyatanya harus pula menghadapi persaingan modal dengan para pengusaha non-pribumi di sektor produksi lokal, misalnya pada usaha menganyam topi, keranjang, batik dan rokok kretek. Ini mengakibatkan adanya situasi sosial konflik antar kepentingan pengusaha pribumi dan non-pribumi, yang ke dua macam pengusaha tersebut nyatanya tidak mendapat dukungan dari pihak pemerintah kolonial Belanda. Sehingga ke dua pengusaha tersebut masing-masing tak akan mampu melakukan proses perkembangan usaha mandirinya dalam menempatkan posisinya sebagai kelompok nasional burjuasi di Hindia Belanda. Faktor-faktor kendala inilah menjadikan ISDV semakin populer dikalangan bangsa Indonesia, yang ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda.

ISDV dan Sosialisme

Dengan adanya tuntutan rasional di awal abad ke 20, perjalanan sejarah perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia dianggap telah menemukan kesatuan idee, yaitu persatuan bangsa Nasion dalam wadah kebutuhan satu bahasa, kesatuan wilayah, kesatuan kehidupan ekonomi dan susunan kejiwaan dalam satu kebudayaan Indonesia. Dalam hal ini pertumbuhan pergerakan nasional berawal pada proses partisipasi dari golongan menengah kaum pribumi di jawa. Misalnya, pembentukan Budi Utomo tahun 1908 merupakan salah satu wadah organisasi modern pertama dalam manifestasi isu politik Hindia Belanda untuk menuntut persamaan hak atas pendidikan dan kemajuan kebudayaan bumi putra. Sarikat Dagang Islam 1911, yang kemudian menjadi Sarikat Islam di tahun 1912, sifatnya sebagai wadah organisasi pedagang pribumi. Sementara kaum intelektual-radikal lainnya, yang ketika itu menjadi nasionalis-kiri dianggap berhasil mendirikan Indische Partij 1912, dengan semboyan politiknya: “Lepas dari Nederland” (Los van Holland). Semboyan politik yang berkonotasi anti-kolonialis ini rupanya di nilai sebagai reaksi praktek-praktek anti demokrasi dari kebijakan politik-etiek pemerintah kolonial Belanda. Kendati Indische Partij ketika itu oleh Henk Sneevliet masih dianggap memiliki kelemahan dalam kemampuannya mengorganisir maupun memobilisasi massa. Namun keberanian dan sikap radikal para kaum intelektual ini tetap menjadi perhatian khusus Henk Sneevliet dalam perluasan hubungan kontaknya di lingkungan moderat Indonesia. Bahkan kerjasama dengan Indische Partij tidak dapat dilupakan, biar pun partai tersebut “dilarang” dan sesudahnya 3 kawannya, yang menjadi pemimpinnya Dr. Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningkat ditangkap dan diasingkan ke negeri Belanda pada tahun 1913. Keberadaan ke Tiga Organisasi-politik tersebut nyatanya telah menjadi catatan ingatan sejarah gerakan nasional, yang di pimpin oleh kaum intelektual-radikal, disebut menjadi kaum Nasionalis-kiri. Dan, kelahiran para nasionalis-kiri ini pun bukanlah pula dianggap sebagai hasil produk “politiek-etiek”, yang diharapkan untuk mengabdi pada kepentingan pemerintah kolonial Belanda.

Pada 1914, Henk Sneevliet ikut mendirikan ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereniging), atau disebut PSDH (Perhimpunan Sosial Demokrasi Hindia). Kemudian pada bulan september 1917 menjadi partai bernama ISDP (Indische Sociaal Demokratische Partij). ISDV yang keanggotanya mencakup orang-orang Belanda dan Indonesia ini, dianggap telah berhasil memajukan program-program kelahiran Nasion Indonesia. Terutama dalam perjuangannya untuk Kemerdekaan Indonesia, atas dasar penyatuan kekuatan antara pergerakan nasionalis dan pergerakan buruh. Pembentukan ISDV sampai menjadi ISDP ini kemudian dikenal sebagai organisasi politik dalam pergerakan buruh Indonesia pertama di masa pemerintahan Kolonial belanda. Tentunya partai ini memprioritaskan tujuannya untuk mengorganisasi rakyat Hindia Belanda, terutama dari kaum buruh dan kaum tani dalam pimpinan suatu partai yang berdiri sendiri.

Selama periode perang dunia pertama (1914 – 1918) di Europa mengalami krisis ekonomi. Belanda sebagai salah satu negara-negara penjajah mengalami pula krisis politik-ekonominya di dalam negerinya. Akibat kondisi kehidupan ekonomi semakin terpuruk ini berdampak pula pada kebijakan politik-ekonomi di negara jajahannya, yang dinilai sangat merugikan kehidupan rakyat Hindia belanda.

Sementara ini pengaruh Perang Dunia I dan Revolusi Rusia 1917 telah pula membawa pengaruh besar pada peningkatan semangat kesadaran politik rakyat Hindia Belanda. Juga, pengaruhnya terhadap gerakan revolusioner pada umumnya mengalami pasang naiknya. Situasi pada masa itu dianggap oleh Henk Sneevliet sangat menguntungkan untuk propaganda Marxisme yang dilakukan oleh ISDV. Dengan melalui perkawanannya di kalangan aktivis Sarekat Islam (S.I.), yang oleh Henk Sneevliet hubungan kerjasamanya bisa dilakukan lebih intensip dan kongkrit. S.I. dianggap memiliki basis kekuatan massa kerakyatan sebagai organisasi modern dan pula dalam program rasional dalam tuntutan hal soal sewa tanah, upah dan harga.

Perkawanannya dengan Semaoen, yang kemudian menjabat sebagai ketua Sarekat Islam cabang Semarang, akhirnya S.I. berhasil mendominasi politik opininya di kalangan pedagang pribumi, buruh dan tani. ISDV memberikan kegiatan propaganda Marxisme dikalangan massa S.I. yang berjumlah ratusan ribu anggota. Massa kaum pekerja dengan cepat pula dapat terdidik oleh penetrapan ajaran Marxisme guna memajukan perjuangannya melawan penindasan pemerintahan Kolonialisme Belanda. Sehingga dalam prosesnya terbentuklah sayap radikal, dengan pula keberhasilannya merevolusionerkan massa anggota di kalangan S.I. di beberapa daerah.

Gerakan politik radikal S.I. yang berpusat di Semarang ini, menjadi sangat dikenal dengan program tuntutannya untuk pembebasan Nasion, anti kapitalisme dan untuk sosialisme. Tentunya pengaruh radikalisme Sneevliet sebagai salah satu pendiri ISDV dengan mudahnya pula mendapat dukungan solidaritas dari tentara Belanda dan khususnya dari para pelaut Belanda.

“Zegepraal” dan persona non grata

Dalam penulisan artikel Henk Sneevliet berjudul “Zegepraal” telah menyerukan agar rakyat Indonesia berjuang melawan kekuasaan Imperialisme Belanda dan keterbelakangan feodalisme. Dinyatakan pula bahwa tugas perjuangan itu berat dan membutuhkan keberanian, keuletan kerja serta keyakinan yang optimis untuk menuju kemenangan Kemerdekaan Indonesia. Sehubungan dengan isi seruan dalam artikel “Zegepraal” tersebut menjadikan ISDV dikenal sebagai suara organisasi Marxis pertama di Hindia Belanda.

Namun lain halnya dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, yang menilai Sneevliet sebagai person yang berbahaya serta dinilai sebagai ancaman stabilitas kepentingan pemerintahan Hindia Belanda. Dalam proses pengadilan Negeri – Nederlands Indié di Semarang tanggal 20 - 23 November 1917, Sneevliet mendapat vonis hukuman persona non grata atas tuduhan penulisan artikel karyanya berjudul “Zegepraal”. Dan, dengan melalui proses hukum pengadilan negeri Kolonial Hindia Belanda itulah, akhirnya Henk Sneevliet dikenal pula sebagai orang Belanda pertama yang di usir dari tanah jajahan Belanda.

Dalam gugatannya di pengadilan Negeri Henk Sneevliet menulis pleidooi, yang kemudian dibukukan setebal 368 halaman berjudul “Het Proces Sneevliet”. Buku tersebut menjadi bahan perbendaharaan sejarah berharga, baik untuk gerakan Marxis khususnya, maupun untuk gerakan kemerdekaan nasional pada umumnya. Sneevliet meninggalkan Indonesia pada tanggal 5 Desember 1918.

Di masa paska Sneevliet, ISDV tetap berhasil mengembangkan organisasinya di sektor tani, misalnya tahun 1918 dengan pembentukan PKBT (Perhimpunan Kaum Buruh dan Tani), yang di pimpin oleh Suharjo. Organisasi kaum pegawai dan buruh telah pula mendorong kaum buruh partikulir untuk membangun serikat-buruhnya masing-masing, antara lain PFB (Personeel Fabrieks Bond) tahun 1919. Kebanyakan organisasi buruh tersebut memiliki majalahnya. Misalnya PFB menerbitkan ‘Suara Bumiputra’ dan majalah mingguan bernama ‘Buruh Bergerak’.

Menjelang masa akhir hidupnya di Belanda Henk Sneevliet tetap memiliki jiwa keberaniannya dengan melakukan gerakan bawah tanah melawan pendudukan Rejim Fasis - Hitler. Dan, tahun 1942 tanggal 13 April Henk Sneevliet ditangkap serta di eksekusi bersama 6 kawannya. Setiap tahun peringatan untuk Henk Sneevliet dan kawan-kawannya sebagai pahlawan Perjuangan Revolusioner Kaum Buruh di Belanda, selalu diadakan di monumen Pemakamannya di Velsen. Beliau telah meninggalkan seorang anak perempuannya bernama Sima Sneevliet. Sima Sneevliet lahir di Moskow pada tahun 1923, yang pada tahun 1998 baru mendapat pengakuan secara Hukum Pemerintah Belanda sebagai anak keturunan Henk Sneevliet . Ibunya bernama Sima Zolkovki berasal dari Ukraine – Yahudi itu adalah seorang aktivis bolsjeviki dan sekaligus sebagai pekerja di sebuah pabrik – Moskow.

Semasa hidupnya, Henk Sneevliet (1883 - 1942) dikenal telah memiliki keunikan tersendiri dalam peranannya sebagai politikus, jurnalis, aktivis gerakan buruh dan juga sebagai salah satu pejuang anti Fasisme di dalam negerinya maupun peranan jasanya di arena Internasional. Perjalanan kegiatan politiknya, yang di awali dengan aliran politik Sosial - Demokrat melalui wadah partai SDAP, lalu aktip di CPH/CPN, yang kemudian bergabung diberbagai club's Trotsky adalah merupakan resiko mahal baginya dalam memilih ambisi kegiatan politik praktisnya. Sikap politiknya yang non-kompromis dalam membela nasib kaum buruh abad 20, membuat dirinya pun tak jera dari jeratan lingkungan politik isolasi pada jamannya. Sampai akhir hidupnya di usia 59 tahun, Henk Sneevliet tetap berkeyakinan bahwa “Berani karena Benar” (“Dapper zijn omdat het goed is”), adalah merupakan falsafah hidupnya demi memperjuangkan sosialisme, dengan memiliki pula jiwa Internasionalisme dalam peranannya melawan
kekuasaan Imperialisme.

MiRa - Amsterdam, 13 April 2008

*Dari milis bumimanusia

14 April 2008

Papie

Kawin kagak ngabari. Punya anak diam diri. Jadi dosen pun sambil lari. Lalu, mati asal pergi. Dasar, Sapie!