15 July 2008

Oscar

Saya membaca Natsir, tapi malah ingat kawan di kampus. Namanya Oscar. Dia tiga tahun di atasku. Lebih dikenal sebagai mahasiswa semua angkatan, dia doyan keluyuran lintas angkatan menebar pesona. Gaul, dan seperti gak peduli kuliah. Makanya kuliahnya awet. Lulusnya lama. Satu yang saya ingat dari anak Aceh: cambang di wajahnya.

Suatu ketika, dia datang menghampiri, menggenggam segepok buku karangan Natsir. "Muslim mana tak kenal Natsir?" Apa maksud? Menyindir atau pamer kenal Natsir. Tak tahu. Cuma itu yang saya ingat darinya.

Beberapa bulan sebelum demo marak di tahun 1998, dia menghilang. Kabar berseliweran. Salah satunya, menyebut Bang Oscar-hampir lupa menyebutnya-bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka.

Entahlah, yang jelas sekarang aku ingat dia. Dimana, Bang?

02 July 2008

Pak Del


Saya gampang terenyuh saat bersama lelaki tua. Mungkin karena saya masih mempunyai seorang bapak berusia 80 tahun.

Ada yang membuat saya terkesima, setiap kali menatap guratan kulit di wajah orang tua. Hidup macam apa yang telah dia lalui, hingga menggumpal dalam keriput seperti ini. Inilah yang saya pikirkan.

Begitu halnya ketika saya bertemu Prof. Dr. Deliar Noer, MA.

Lelaki kelahiran Medan, 9 Februari 1926 ini orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor di Cornel University, Ithaca, Amerika Serikat. Dan dia punya kenangan tentang Mohammad Hatta, wakil presiden pertama RI.

Hatta-lah yang memberi referensi beberapa orang penting di Amerika, saat Deliar menginjakkan kaki di sana. Banyak pikiran Hatta yang dia tahu, tapi orang lain belum sempat paham. Itu sebabnya, Deliar menulis dua buku biografi tentang Hatta. Yang pertama, Mohammad Hatta, Biografi Politik (1990), dan Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa (2002).

Selain itu, catatan politiknya juga menarik. Dia orang yang terbuang di masa Sukarno, dan teraniaya saat Suharto berkuasa. Masalahnya satu: dia orang yang teguh berprinsip, dan tidak takut menyuarakan pendapat. Mungkin karena dia orang Medan.

Dia melawan Sukarno karena merangkul komunis dalam Nasakom. Dia juga mengkritik Suharto. Akibatnya, Sukarno melarangnya mengajar, Suharto memecat dia dari kursi Rektor IKIP Jakarta. Tapi dia malah laku mengajar di Australia, hingga 11 tahun.

Lelaku politik ini sebenarnya menyiratkan posisi Deliar sebagai orang yang punya tempat dalam sejarah bangsa. Dia paham mengapa Sukarno-Hatta berseteru. Mengapa Hatta menolak konfrontasi langsung dengan Sukarno, hingga membuat Hatta turun panggung politik dari jabatan wakil presiden RI.

Sayang, tidak banyak orang tahu catatan ini. Bahkan, kematiannya pada 18 Juni lalu, hampir luput dari perhatian. "Siapa sih, Deliar Noer?" Beberapa teman wartawan malah bertanya.

Tapi, saya masih mengingatmu Pak Del. Karena cerita Kahin dan kharisma Hatta yang kau tularkan. Jadi, selamat jalan.