Undangan
Silakan tengok di sini!
05 August 2005
Perayaan Cheng Ho
Seorang gadis Kenya datang ke Cina. Berasal dari sebuah desa di pantai timur Kenya, gadis bernama Mwamaca Sherif ini sengaja datang ke Cina mencari nenek moyangnya. “Nama marga ibu saya Xie,” katanya.
Sekitar enam abad lalu, serombongan pelaut dari Cina dibawah komando Laksamana Cheng Ho singgah ke Kenya. Ini adalah bagian dari muhibah Cheng Ho melintasi samudra menyambangi 30 negara di benua Asia dan Afrika. Ekspedisi ini membawa sekitar 62 kapal besar dan ratusan kapal kecil lain, yang mengangkut 27 ribu orang berikut porselin, sutra, emas, parfum dan cendera mata lainnya.
Mwamaca mengaku keturunan dari salah satu pelaut dari rombongan ini. “Ketika saya kecil, nenek bercerita tentang nenek moyang kami ini. Saya bangga dan bahagia menjadi seorang keturunan Cina,” katanya. Setelah lama memendam mimpi, akhirnya Mwamaca bisa menjejak dataran Cina atas undangan Gubernur Provinsi Jiangsu, dalam rangka peringatan 600 tahun pelayaran Cheng Ho.
Cina menghargai Cheng Ho—atau Zheng He—layaknya seorang pahlawan besar. Dialah pelaut besar yang dianggap menemukan benua, 90 tahun sebelum Christopher Columbus menjamah benua Amerika. Maka, sebuah perayaan besar menjadi kewajaran. Kedatangan Mwamaca hanyalah bagian kecil dari perayaan ini.
Di Shanghai, sebuah pameran maritim besar digelar. Cina seakan menunjukkan diri sebagai negara yang hidup dari perdagangan dalam pameran ini. Banyak perusahaan perkapalan besar terlibat dalam pameran. Pameran menjadi menarik dengan suguhan presentasi video yang interaktif dan model pelabuhan di Asia lengkap dengan kapal-kapal kontainernya.
Saat ini Cina menjadi negara terbesar kelima dalam perdagangan dunia. Cina juga menjadi negara terbesar ketiga dalam industri pembuatan kapal. Konon, Cheng Ho singgah di 30 negara dalam pelayaran enam abad lalu. Sekarang, kapal-kapal kontainer dari Cina sudah singgah di 1.100 pelabuhan di 150 negara.
Tidak hanya Shanghai, Nanjing (Nanking), ibukota pertama kekuasaan Kaisar Ming dimana Cheng Ho hidup, juga menggelar perayaan tak kalah seru. Sebagai jejak awal keberangkatan ekspedisi pada enam abad lalu, Nanjing membelanjakan 400 juta yuan (sekitar Rp 480 miliar) untuk menghidupkan sisa kejayaan Cheng Ho. “Beliau (Cheng Ho) tinggal cukup lama di Nanjing, dan kota ini menyimpan sisa-sisa peninggalan yang berhubungan dengannya,” kata Xing Dingkang dari Badan Pariwisata Nanjing.
Nanjing menata ulang Taman Cheng Ho yang berhubungan dengan rumah besar Cheng Ho. Di bagian lain kota ini juga menyimpan bukti kewibawaan Cheng Ho dan bangsa Ming. Dia berupa makam seorang raja dari Brunei yang meninggal pada tahun 1408, saat melakukan kunjungan balasan atas lawatan armada Cheng Ho.
Selain pameran, pemerintah Cina juga mencetak perangko, koin dan buku khusus untuk menghormati Cheng Ho ini. Sebuah film dokumentasi tentang perjalanan Cheng Ho juga sudah disiapkan.
Peringatan pelayaran Cheng Ho tak hanya ada di Cina. Di Indonesia, pusat kegiatan ada di Semarang. Konon, Wang Jing Hong, orang nomor dua dalam pelayaran Cheng Ho sakit dan harus tinggal di pantai Simongan, Semarang. Wang Jing akhirnya meninggal di tempat ini. Sebuah klenteng bernama Sam Po Kong menjadi saksi kedatangan Cheng Ho.
Sementara, di Singapura, perayaan lebih atraktif dikemas untuk pariwisata. Dewan Pariwisata Singapura bekerja sama dengan International Zheng He Society—sebuah lembaga studi tentang Cheng Ho—merancang paket wisata bernuansa sejarah muhibah Cheng Ho, yang digelar sejak awal Juni hingga September nanti.
Singapura menyiapkan Kampung Cheng Ho. Ini adalah replika dunia yang dikunjungi Cheng Ho selama lawatannya. Sebuah pondok budaya dibangun dengan tampilan pelabuhan dari beberapa negara yang dikunjungi Cheng Ho. Replika pelabuhan dari Cina, Sri Langka, Indonesia, Malaysia, Singapura, Kenya, Iran dan India dibangun disini. Suguhan pertunjukan, makanan dan kerajinan sengaja diciptakan agar terbangun kenangan sejarah antara Cheng Ho dengan pelabuhan yang disinggahinya.
Sebuah pameran kebesaran Cheng Ho juga digelar di Singapura. Pameran ini mengacu kepada buku Gavin Menzies berjudul “1421: The Year China Discovered The World.” Gavin melakukan riset selama 10 tahun dan percaya bangsa Cina telah merambah benua Amerika, 70 tahun sebelum Christopher Columbus menemukan benua ini. Bangsa Cina juga dianggap sudah mengitari bumi, 100 tahun sebelum Ferdinand Magellan dari Portugis melakukannya. Nah, teori, penemuan dan bukti dari buku ini digelar dalam pameran ini.
Konon pula, saat melewati Singapura, Cheng Ho mengunakan batu besar di dekat Labrador Park sebagai petunjuk navigasi. Dalam peta navigasi peninggalan Cheng Ho, batu ini diberi nama Longyamen (Gerbang Gigi Naga). Sayangnya, batu ini dihancurkan Angkatan Laut Inggris pata tahun 1880-an untuk memperlebar jalur menuju Selat Keppel. Sebagai bagian dari peringatan, Singapura akan menghidupkan kembali kenangan ini, dengan membangun kembali simbol Longyamen.
Selain itu, Singapura masih mempunyai rangkaian perayaan. Mereka menggelar pameran maritim, pertunjukan musik dan seminar yang digelar dalam rangka peringatan muhibah ini.
Malaysia, salah satu persinggahan Cheng Ho, juga menggelar perayaan. Sebuah pameran budaya disiapkan di Kuala Lumpur. Warga Cina di kota tua Malaka juga mengelar seminar tentang pelayaran bersejarah ini. Orang Malaka menganggap Cheng Ho ikut membantu rakyat Malaka mengusir bangsa asing. Selain itu, Cheng Ho dianggap juga punya andil memberantas kemiskinan dan membangun kota Malaka. “Meskipun Cheng Ho utusan Kaisar Ming, dia tidak melakukan eksploitasi ekonomi,” kata juru bicara warga Cina Malaka Chen Ruiyan.
Chen menilai perjalanan Cheng Ho tidak punya tujuan mengancam negara lain. “Tujuan perjalanan itu untuk meraih penghargaan dengan damai,” kata Chen. Suara dari Indonesia tak membantah pendapat ini. Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto menganggap muhibah Cheng Ho lebih menawarkan teknologi, perdagangan dan budaya. “Selain itu, dia menawarkan persahabatan,” kata Mardiyanto.
Sebuah prasasti yang didirikan Cheng Ho di Changle, Fujian pada tahun 1431 memang menegaskan muhibah ini. Petikannya: “Sang Kaisar, karena mengingat kesetiaan dan ketulusan mereka, telah menitahkan kami, Cheng Ho dan orang-orang yang mengepalai puluhan ribu prajurit dan tentara, untuk menaiki lebih dari seratus kapal besar dan pergi memberikan hadiah kepada mereka itu, dan memaklumkan betapa kekuasaan kaisar mampu membawa kebajikan bagi rakyat yang jauh sekalipun.”
Dan sekarang, rakyat di beberapa belahan dunia merayakan kebajikan itu.
Seorang gadis Kenya datang ke Cina. Berasal dari sebuah desa di pantai timur Kenya, gadis bernama Mwamaca Sherif ini sengaja datang ke Cina mencari nenek moyangnya. “Nama marga ibu saya Xie,” katanya.
Sekitar enam abad lalu, serombongan pelaut dari Cina dibawah komando Laksamana Cheng Ho singgah ke Kenya. Ini adalah bagian dari muhibah Cheng Ho melintasi samudra menyambangi 30 negara di benua Asia dan Afrika. Ekspedisi ini membawa sekitar 62 kapal besar dan ratusan kapal kecil lain, yang mengangkut 27 ribu orang berikut porselin, sutra, emas, parfum dan cendera mata lainnya.
Mwamaca mengaku keturunan dari salah satu pelaut dari rombongan ini. “Ketika saya kecil, nenek bercerita tentang nenek moyang kami ini. Saya bangga dan bahagia menjadi seorang keturunan Cina,” katanya. Setelah lama memendam mimpi, akhirnya Mwamaca bisa menjejak dataran Cina atas undangan Gubernur Provinsi Jiangsu, dalam rangka peringatan 600 tahun pelayaran Cheng Ho.
Cina menghargai Cheng Ho—atau Zheng He—layaknya seorang pahlawan besar. Dialah pelaut besar yang dianggap menemukan benua, 90 tahun sebelum Christopher Columbus menjamah benua Amerika. Maka, sebuah perayaan besar menjadi kewajaran. Kedatangan Mwamaca hanyalah bagian kecil dari perayaan ini.
Di Shanghai, sebuah pameran maritim besar digelar. Cina seakan menunjukkan diri sebagai negara yang hidup dari perdagangan dalam pameran ini. Banyak perusahaan perkapalan besar terlibat dalam pameran. Pameran menjadi menarik dengan suguhan presentasi video yang interaktif dan model pelabuhan di Asia lengkap dengan kapal-kapal kontainernya.
Saat ini Cina menjadi negara terbesar kelima dalam perdagangan dunia. Cina juga menjadi negara terbesar ketiga dalam industri pembuatan kapal. Konon, Cheng Ho singgah di 30 negara dalam pelayaran enam abad lalu. Sekarang, kapal-kapal kontainer dari Cina sudah singgah di 1.100 pelabuhan di 150 negara.
Tidak hanya Shanghai, Nanjing (Nanking), ibukota pertama kekuasaan Kaisar Ming dimana Cheng Ho hidup, juga menggelar perayaan tak kalah seru. Sebagai jejak awal keberangkatan ekspedisi pada enam abad lalu, Nanjing membelanjakan 400 juta yuan (sekitar Rp 480 miliar) untuk menghidupkan sisa kejayaan Cheng Ho. “Beliau (Cheng Ho) tinggal cukup lama di Nanjing, dan kota ini menyimpan sisa-sisa peninggalan yang berhubungan dengannya,” kata Xing Dingkang dari Badan Pariwisata Nanjing.
Nanjing menata ulang Taman Cheng Ho yang berhubungan dengan rumah besar Cheng Ho. Di bagian lain kota ini juga menyimpan bukti kewibawaan Cheng Ho dan bangsa Ming. Dia berupa makam seorang raja dari Brunei yang meninggal pada tahun 1408, saat melakukan kunjungan balasan atas lawatan armada Cheng Ho.
Selain pameran, pemerintah Cina juga mencetak perangko, koin dan buku khusus untuk menghormati Cheng Ho ini. Sebuah film dokumentasi tentang perjalanan Cheng Ho juga sudah disiapkan.
Peringatan pelayaran Cheng Ho tak hanya ada di Cina. Di Indonesia, pusat kegiatan ada di Semarang. Konon, Wang Jing Hong, orang nomor dua dalam pelayaran Cheng Ho sakit dan harus tinggal di pantai Simongan, Semarang. Wang Jing akhirnya meninggal di tempat ini. Sebuah klenteng bernama Sam Po Kong menjadi saksi kedatangan Cheng Ho.
Sementara, di Singapura, perayaan lebih atraktif dikemas untuk pariwisata. Dewan Pariwisata Singapura bekerja sama dengan International Zheng He Society—sebuah lembaga studi tentang Cheng Ho—merancang paket wisata bernuansa sejarah muhibah Cheng Ho, yang digelar sejak awal Juni hingga September nanti.
Singapura menyiapkan Kampung Cheng Ho. Ini adalah replika dunia yang dikunjungi Cheng Ho selama lawatannya. Sebuah pondok budaya dibangun dengan tampilan pelabuhan dari beberapa negara yang dikunjungi Cheng Ho. Replika pelabuhan dari Cina, Sri Langka, Indonesia, Malaysia, Singapura, Kenya, Iran dan India dibangun disini. Suguhan pertunjukan, makanan dan kerajinan sengaja diciptakan agar terbangun kenangan sejarah antara Cheng Ho dengan pelabuhan yang disinggahinya.
Sebuah pameran kebesaran Cheng Ho juga digelar di Singapura. Pameran ini mengacu kepada buku Gavin Menzies berjudul “1421: The Year China Discovered The World.” Gavin melakukan riset selama 10 tahun dan percaya bangsa Cina telah merambah benua Amerika, 70 tahun sebelum Christopher Columbus menemukan benua ini. Bangsa Cina juga dianggap sudah mengitari bumi, 100 tahun sebelum Ferdinand Magellan dari Portugis melakukannya. Nah, teori, penemuan dan bukti dari buku ini digelar dalam pameran ini.
Konon pula, saat melewati Singapura, Cheng Ho mengunakan batu besar di dekat Labrador Park sebagai petunjuk navigasi. Dalam peta navigasi peninggalan Cheng Ho, batu ini diberi nama Longyamen (Gerbang Gigi Naga). Sayangnya, batu ini dihancurkan Angkatan Laut Inggris pata tahun 1880-an untuk memperlebar jalur menuju Selat Keppel. Sebagai bagian dari peringatan, Singapura akan menghidupkan kembali kenangan ini, dengan membangun kembali simbol Longyamen.
Selain itu, Singapura masih mempunyai rangkaian perayaan. Mereka menggelar pameran maritim, pertunjukan musik dan seminar yang digelar dalam rangka peringatan muhibah ini.
Malaysia, salah satu persinggahan Cheng Ho, juga menggelar perayaan. Sebuah pameran budaya disiapkan di Kuala Lumpur. Warga Cina di kota tua Malaka juga mengelar seminar tentang pelayaran bersejarah ini. Orang Malaka menganggap Cheng Ho ikut membantu rakyat Malaka mengusir bangsa asing. Selain itu, Cheng Ho dianggap juga punya andil memberantas kemiskinan dan membangun kota Malaka. “Meskipun Cheng Ho utusan Kaisar Ming, dia tidak melakukan eksploitasi ekonomi,” kata juru bicara warga Cina Malaka Chen Ruiyan.
Chen menilai perjalanan Cheng Ho tidak punya tujuan mengancam negara lain. “Tujuan perjalanan itu untuk meraih penghargaan dengan damai,” kata Chen. Suara dari Indonesia tak membantah pendapat ini. Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto menganggap muhibah Cheng Ho lebih menawarkan teknologi, perdagangan dan budaya. “Selain itu, dia menawarkan persahabatan,” kata Mardiyanto.
Sebuah prasasti yang didirikan Cheng Ho di Changle, Fujian pada tahun 1431 memang menegaskan muhibah ini. Petikannya: “Sang Kaisar, karena mengingat kesetiaan dan ketulusan mereka, telah menitahkan kami, Cheng Ho dan orang-orang yang mengepalai puluhan ribu prajurit dan tentara, untuk menaiki lebih dari seratus kapal besar dan pergi memberikan hadiah kepada mereka itu, dan memaklumkan betapa kekuasaan kaisar mampu membawa kebajikan bagi rakyat yang jauh sekalipun.”
Dan sekarang, rakyat di beberapa belahan dunia merayakan kebajikan itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)