16 July 2004

Sepanjang Menuju Kantor

Ada yang berubah saat melintas di Karet. Trotoar pinggir jalan sepanjang tempat ini terasa sepi. Biasanya, orang ramai duduk, sembari menunggu bus di kolong Sudirman, menyangga mangkok mie ayam, piring berisi siomay, atau menyeruput teh botol. Tapi tidak kali ini.

Teriakan orang memesan makanan tak lagi terdengar. Tangan-tangan yang menjulur dari balik pagar Wisma Metropolitan tak terlihat lagi. Pun juga jejeran koran yang biasa dipajang di pinggir jalan sudah hilang. Biasanya aku mengintip berita utama koran pagi saat melintas di sini. Sebuah gerobak pembuat stempel di ujung jalan malah sedang dibongkar oleh pemiliknya.

Seorang tukang jual teh botol punya cerita tentang perubahan pemandangan itu. Kata dia, sepanjang minggu ini Satgas Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) sibuk mengaduk-ngaduk kawasan ini. Asal tahu, orang-orang berseragam biru tua ini adalah musuh para korban penggusuran yang biasa terjadi di Jakarta. Itu sebabnya, tak ada lagi pedagang di sekitar tempat ini.

Mungkin ini cerita lama Jakarta. Cerita tentang pengusiran dan penggusuran yang terus terulang. Tapi ingat! Jangan pernah mengucapkan kata pengusiran dan penggusuran di depan pejabat pemerintah daerah, atau orang-orang berseragam biru itu. Kata "penertiban" adalah kata yang mereka panggul, saat mengangkut gerobak pedagang. Coba dengarkan sekali lagi kata itu, penertiban.

Ada aroma justifikasi di balik kata itu. Di belakang kata itu seakan berdiri sepasukan aturan dan hukum yang membenarkan "penertiban". Dengan demikian, ada pihak yang tidak tertib, dan pihak yang harus menertibkan. Pihak yang menertibkan adalah pihak yang berada di belakang hukum. Yang melawan penertiban berarti melawan hukum. Itu sebabnya, pengusiran dan penggusuran tidak dikenal dalam kamus orang birokrat ini. Dan inilah rasa bahasa.

Tapi, seperti cerita tukang jual teh botol itu, orang-orang yang menyuruh pedagang pergi adalah orang yang biasa mengutip uang Rp 10 ribu, atas nama uang keamanan. "Orangnya itu-itu juga," kata penjual itu. Lalu cerita kerasnya mencari uang di Jakarta menjadi sebuah drama.
 
Penjual teh botol ini sudah berjualan di Karet sejak tahun 1992. Sebelumnya, dia mengaku sudah keluar masuk gedung-gedung bertingkat menjajakan minuman yang sama. (Sebagai bukti, sebuah logo British Council dan HSBC tersemat di kaos putihnya). Yang satu ini mungkin cerita politis. Tapi dia mengaku, lima tahun lalu dia tidak hidup merana, dikejar Satgas Trantib seperti ini.

Orang-orang seperti penjual minuman ini, kadang merasa punya hak untuk dikasihani. Bercerita tentang kerasnya Jakarta, dan menuntut hak yang sama untuk hidup di Jakarta. Tapi mereka tidak tahu (atau mengabaikan) rasa nyaman yang seharusnya datang saat orang berjalan di trotoar. Sementara gerobak mereka memakan bahu jalan. (Di Jakarta yang biadab ini, pejalan kaki seperti dikalahkan. Belum lagi oleh pengendara sepeda motor yang serakah, memaksa pejalan kaki mengalah, karena alasan kemacetan yang dialaminya).

Tapi banyak orang membutuhkan pedagang. Di Jakarta, orang boleh berdandan cantik dan wangi, seolah menunjukkan status tinggi. Tapi hukum ekonomi tetap berlaku. Bahwa harga dagangan pedagang di trotoar ini lebih murah, dibanding restoran yang berpendingin udara di gedung berlantai. Itulah rantai kebutuhan yang menjadi alasan hidup pedagang.

Ah, sudahlah. Sudah terlalu siang menuju kantor.

12 July 2004

Besaran

Ini sisa perdebatan kecil di sebuah kafe di Citos. Awalnya kami bercerita tentang hal-hal yang hilang dari masa kecil. Aku menyebut beberapa nama buah yang sudah mulai jarang aku dengar selama di Jakarta. Satu diantaranya: besaran.

Kawan-kawanku itu mengejek, saat aku gagal menggambarkan detil buah itu. Dalam bayanganku, buah ini mirip strawberry. Bedanya, buah ini rada lonjong, dan biasa bergerombolan saat berada di pangkal daun. Permukaan seperti kumpulan butir-butir kecil, yang terkadang ada bulu kecil dipuncak butiran itu.

Rasa buah ini manis saat matang. Lain dengan buah-buah lain yang warnanya merah kala matang, buah ini berwarna hitam saat enak dimakan. Jika warnanya masih merah, besaran terasa asam. Apalagi jika warnanya masih hijau. Waduh, bisa meludah karena kecut di lidah.

Kawan-kawanku itu baru nggeh, saat aku menyebut nama murbei. Daun dari pohon buahnya ini konon makanan ulat sutra. Hewan kecil ini terkenal karena seratnya bisa digunakan sebagai bahan kain sutera. Sayangnya, aku tetap tidak melihat wajah paham pada kawan-kawanku.

Dulu, tanaman ini tumbuh di belakang rumahku. Aku sering berebut dengan kakakku, jika buah-buah kecil itu mulai kelihatan menghitam. Kadang malah aku berebut dengan anak tetangga, yang kebetulan lewat di belakang rumah. Kadang, warna hitam buah ini mengotori baju, dan susah hilang. Maka, hati-hati! Jangan meremas buah ini.

Di situs IPTEK.net, aku menemukan buah masa kecil itu. Namanya murbei, atau murbai (Morus alba L.). Nama Inggrisnya terdengar lebih cantik: mulberry.

Aku harus bersorak untuk kawan-kawanku, karena nama "besaran" tercantum sebagai salah satu nama yang digunakan untuk menyebut nama buah ini. Selain itu, buah ini punya sebutan lain: murbai, besaran (Jawa), kerta, kitau (Sumatera), sangye (China), may mon, dau tam (Vietnam), morus leaf, morus bark, morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark, mulberry twigs, white mulberry, mulberry (Inggris).

Ada cerita di balik buah ini. Kabarnya buah ini berasal dari Cina. Pohonnya menyukai tempat yang banyak sinar matahati. Kadang tumbuh secara liar. Itulah kenapa, dulu aku sering menemukan pohon buah ini tumbuh di sekeliling rumah, dan menjadi pagar batas rumah.

Entah bagaimana datangnya buah itu ke Indonesia, yang jelas banyak manfaat dari buah ini. Ini daftar guna buah itu, seperti ditulis situs itu:

Bagian yang digunakan: daun, ranting, buah, dan kulit akar dapat digunakan sebagai obat. Untuk penyimpanan, buah dikukus baru dijemur, ranting dipotong tipis lalu dijemur, dan kulit akar dicuci bersih lalu dipotong-potong tipis kemudian dijemur sampai kering.

Kegunaan:

Daun (Sang ye) berkhasiat untuk:
- demam karena flu, malaria,
- batuk,
- sakit kepala, sakit tenggorok, sakit gigi, rematik,
- darah tinggi (hipertensi),
- kencing manis (diabetes mellitus),
- kaki gajah (elephantiasis tungkai bawah),
- sakit kulit bisul,
- radang mata merah (conjunctivitis acute),
- memperbanyak air susu ibu (ASI),
- keringat malwn,
- muntah darah dan batuk darah akibat darah panas,
- kolesterol tinggi (hiperkolesierolemia), dan
- gangguan pada saluran cerna.

Kulit akar (Sang bai pi) berkhasiat untuk:
- sakit gigi,
- tidak datang haid,
- batuk berdahak, sesak napas (asma),
- muka bengkak (ederna),
- kencing yang nyeri dan susah (disuria), dan
- cacingan.

Buah (Sang shen) berkhasiat untuk:
- tekanan darah tinggi (hipertensi),
- jantung berdebar (palpitasi),
- kencing manis (diabetes mellitus), rasa haus dan mulut kering,
- sukar tidur (insomnia),
- batuk berdahak,
- pendengaran berkurang dan penglihatan kabur,
- telinga berdenging (tinnitus), tuli, tujuh keliling (vertigo),
- hepatitis kronis,
- sembelit pada orang tua,
- kurang darah (anemia), neurastenia,
- sakit otot dan persendian, sakit tenggorok, serta
- rambut beruban.sebelum waktunya.

Ranting (Sang zhi) berkhasiat untuk:
- rematik,
- tangan dan kaki terasa baal dan sakit,
- sakit pinggang (lumbago),
- keram pada tangan dan kaki,
- tekanan darah tinggi, serta menyuburkan pertumbuhan rambut.

Cara Pemakaian:

Untuk diminum, pilih salah satu bagian yang disukai. Bila kulit akar untuk pemakaian luar, daun segar dilumatkan atau digiling halus, 10 - 15 g; ranting 15 - 30 g; sedang daun dosisnya 5 - 10 g sekali rebus, dapat juga menggunakan dosis maksimal 20 - 40 g. Untuk buah dosisnya 10 - 15 g, direbus, lalu diminum. Untuk pemakaian luar, daun segar dilumatkan atau digiling halus, kemudian diturapkan ke tempat yang sakit seperti luka, digigit ular, dan serangga, atau untuk merangsang pertumbuhan rambut.

Contoh pemakaian:

Tekanan darah tinggi, kaki bengkak: daun murbei segar sebanyak 15 g dicuci bersih kemudian direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit. Setelah dingin disaring lalu dibagi untuk 2 kali minum, pagi dan sore.

Memperbanyak kcluamya air susu ibu (ASI): daun murbei muda dimasak sebagai sayur, lalu dimakan bersama nasi.

Kencing nanah kulit: akar murbei, adas pulosari, dan kayu sandel (sandelhout) direbus.

Bisul, radang kulit: daun murbei segar sebanyak 1 genggam dicuci lalu direbus dengan 2 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum sekaligus. Rebusan daun ini berguna untuk membersihkan darah sehingga dapat diminum secara teratur.

Luka, borok: daun murbei segar setelah dicuci bersih lalu dioleskan minyak kelapa. Layukan di atas api lalu diremas-remas dengan jari tangan sehingga menjadi lemas. Daun tadi kemudian dipakai untuk menutup luka. Namun sebelumnya, luka harus dicuci dahulu dengan rebusan akar tren guli.

Digigit ular: daun murbei segar sebanyak 20 g dicuci lalu digiling halus. Tambahkan 1/2 cangkir air masak, lalu disaring dan diperas. Air yang terkumpul lalu diminum sekaligus.

Berkeringat malam: daun murbei kering yang dijadikan serbuk sebanyak 6 - 9 g, direbus dengan air beras sampai mendidih. Setelah dingin lalu diminum.

Rematik, tangan dan kaki baal dan sakit: ranting murbei kering sebanyak 15 g direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum. Sehari 2 kali, masing-masing 1/2 gelas.

Hepatitis kronis, kurang darah, tekanan darah tinggi: buah murbei segar sebanyak 10 g ditambah air masak 1 gelas, lalu diblender. Hasilnya lalu diminum sekaligus.

Jantung lemah: duah murbei secukupnya dijus, lalu minum sekaligus. Napas pendek, bengkak di mata kaki dan rasa nyeri di dada akan berkurang dengan minum jus buah murbei ini setiap hari.

Ada beberapa catatan kecil tentang buah ini. Di luar negeri daun murbei sudah dibuat obat suntik. Obat suntik tersebut menyebabkan nyeri lokal di tempat suntikan, kadang timbul menggigil, demam, dan sakit kepala yang tidak memerlukan pengobatan khusus. Untuk pemakaian ranting murbei sebaiknya dihindari bila ada sindrom defisiensi Yin (apa artinya ini, aku tidak tahu). Sementara, pemakaian buah murbei sebaiknya dihindari bila sedang diare akibat dingin dan adanya defisiensi limpa dan lambung.

Satu catatan lagi. Ada keriangan menemukan profil buah ini. Seperti menemukan kembali masa kecil.